Ilustrasi rencana Rusia yang akan menginvasi Ukraina.
Pada 24 Februari 2022 pagi, Rusia pertama kali meluncurkan serangan dahsyat ke Kiev, Ukraina. Banyak pos militer, bangunan kota, dan wilayah warga sipil Ukraina yang menjadi sasaran. Serangan ini menjadi penanda serangan besar terhadap negara lain sejak Perang Dunia II . Ukraina merespons dengan memberlakukan darurat militer di wilayahnya.
Atas hal itu, Uni Eropa dan AS memberikan sanksi terhadap sistem keuangan dan ekonomi Rusia. Bukti penerapannya adalah dengan banyaknya perusahaan asing yang meninggalkan Rusia. Penjatuhan sanksi ini berdampak pada penurunan nilai tukar mata uang Rubel terhadap dolar AS.
Menurut pengamat ekonomi di Uni Eropa, Rusia akan menghadapi “Konsesi yang serius dan parah” terhadap PDB negaranya. Setelah pemberlakuan sanksi dalam beberapa minggu, para ahli memperkirakan PDB Rusia akan turun hingga 15% di tahun 2022.
Namun faktanya, semua perhitungan negara barat itu salah. Sepanjang tahun 2023 memang sangat sulit bagi Rusia, tetapi keadaan ekonominya tetap stabil. Pengamat ekonomi Rusia Alexandra Vacroux dan Eurasia Davis mengatakan bahwa penyusutan ekonomi di Rusia setelah penjatuhan sanksi lebih kecil dari yang diperkirakan.
“Jauh lebih sedikit dari pada 10% hingga 15% yang dibicarakan orang pada awal perang.” ujar Vacroux dan Davis.
Badan statistik resmi Rusia menuliskan bahwa perekonomian hanya mengalami kontraksi sebesar 2.1% pada tahun 2022.
Hubungan bilateral dagang Rusia dengan Asia juga menjadi alasan stabilitas ekonomi Rusia tetap stabil, khususnya dengan Cina dan India. Rusia masih dapat meraup keuntungan dari penjualan minyak dan gas ke Asia. Rusia rupanya juga masih dapat memperoleh barang dari negara barat melalui “Negara-negara pihak ketiga” seperti Cina, India, dan negara Asia lainnya.
English Version
On the morning of February 24, 2022, Russia launched a devastating attack on Kiev, Ukraine, for the first time. Many military post, buildings, and Ukrainian civilian territory were targeted. This attack marked the largest assault on another country since World War II. Ukraine responded by imposing martial law in its territory.
As a result, the European Union and the US imposed sanctions on Russia’s financial and economic system. The evidence of this implementation is seen in the many foreign companies leaving Russia. The imposition of these sanctions has led to a decline in the value of the Ruble against the US dollar.
According to economic observers in the European Union, Russia will face “serious and severe concessions” to its GDP. After the sanctions were imposed for several weeks, experts predicted Russia’s GDP would drop by up to 15% in 2022.
However, in fact, all the calculations of Western countries were wrong. Throughout 2023 it has indeed been very difficult for Russia, but its economy remains stable. Russian economic observers Alexandra Vacroux and Eurasia Davis said that the economic contraction in Russia after the sanctions was less than expected.
“Much less than the 10% to 15% people talked about at the beginning of the war,” said Vacroux and Davis.
Russia’s official statistics agency reported that the economy only contracted by 2.1% in 2022.
Russia’s bilateral trade relations with Asia are also a reason for the stability of Russia’s economy, especially with China and India. Russia can still reap profits from oil and gas sales to Asia. Russia also seems to still be able to obtain goods from Western countries through “third-party countries” such as China, India, and other Asian countries.
Writer: Muhammad Rasyad Amrullah
Editor: Nugrahhadi Al Khawarizmi